BAB I
PENDAHULUAN
a) LATAR
BELAKANG
Pada zaman
modern sekarang ini, masalah pendidikan merupakan suatu hal yang sangat
penting. Abad mendatang merupakan suatu tantangan bagi generasi yang akan
datang. Terutama bagi bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional dan
sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing dengan bangsa lain.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa dan martabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembang potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan percaya kepada Tuhan yang Maha Esa. Di dalam usaha untuk mencapai
tujuan tersebut, dibutuhkan seorang pendidik yang berkualitas sehingga dalam
pola pembelajaran yang diajarkan dalam proses belajar mengajar dapat mencapai
tujuan yang diinginkan. Dalam proses belajar mengajar, dibutuhkan seorang
pendidik yang mampu berkualitas serta diharapkan dapat mengarahkan anak didik
menjadi generasi yang kita harapkan sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa.
Untuk itu, guru tidak hanya cukup menyampaikan materi pelajaran semata, akan
tetapi guru juga harus pandai menciptakan suasana belajar yang baik, serta juga
mempertimbangkan pemakaian metode dan strategi dalam mengajar yang sesuai
dengan materi pelajaran dan sesuai pula dengan keadaan anak didik. Keberadaan
guru dan siswa merupakan dua faktor yang sangat penting di mana diantara
keduanya saling berkaitan. Kegiatan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh
kegiatan mengajar guru, karena dalam proses pembelajaran guru tetap mempunyai suatu
peran yang penting dalam memberikan suatu ilmu kepada anak didiknya. Salah satu
masalah yang dihadapi guru dalam menyelenggarakan pelajaran adalah bagaimana
menimbulkan aktifitas dan keaktifan dalam diri siswa untuk dapat belajar secara
efektif. Sebab, keberhasilan dalam suatu pengajaran sangat dipengaruhi oleh
adanya aktifitas belajar siswa. Salah satu cara untuk menimbulkan aktifitas
belajar siswa adalah dengan merubah kegiatan-kegiatan belajar yang monoton. Di
samping itu, motivasi merupakan salah satu factor yang turut menentukan
keefektifan proses balajar mengajar. Callahan dan clark
mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang
menyebabkan adanya tingkah laku ke arah satu tujuan tertentu.
Motivasi belajar memegang peranan yang sangat penting dalam memberikan gairah,
semangat dan rasa senang dalam belajar. Sehingga siswa yang mempunyai motivasi
belajar yang tinggi akan mempunyai semangat yang besar untuk melaksanakan
kegiatan belajar tersebut. Oleh karena itu, motivasi belajar yang ada pada diri
siswa perlu diperkuat terus menerus.
b) RUMUSAN
MASALAH
Rumusan
Masalah dari judul makalah ini adalah sebagai berikut:
- Pengertian Strategi Belajar Mengajar.
- Jenis Strategi dan tehnik Belajar Mengajar.
- Hakikat Kegiatan Belajar Mengajar.
- Bagaimana Implikasi dalam kehidupan nyata:
- Bagaimana seorang guru dalam menerapkan strategi belajar mengajar itu?
- Apakah strategi belajar mengajar seperti ini telah dapat diterapkan sepenuhnya dalam dunia pendidikan saat ini?
- Kesimpulan dan Saran.
c) BATASAN
MASALAH
Sangatlah
penting bagi penulis dalam membatasi masalah untuk membuat pembaca mudah
memahaminya. Penulis hanya membahas apa yang menjadi Strategi Belajar Mengajar
berdasarkan buku panduan. Menjaga efesiensi judul makalah agar lebih terfokus
pada rumusan masalah dan judul makalah.
d) TUJUAN
DAN MANFAAT
- Membekali diri akan teori-teori, konsep-konsep yang telah dipelajari selama 1 semester.
- Untuk memenuhi dan sebagai syarat tugas akhir semester.
- Agar mahasiswa/calon guru/guru memahami strategi belajar mengajar serta mampu memilih dan melaksanakan strategi belajar mengajar.
- Mencoba membuat metode dan cara belajar mengajar yang lebih profesional sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih aktif dan efektif.
- Menghasilkan Pelajar yang mampu mengangkat harkat dan martabat Bangsa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Strategi Belajar Mengajar
Di dalam
sejarah dunia pendidikan guru merupakan sosok figur teladan bagi siswa/i yang
harus memiliki strategi dan teknik-teknik dalam mengajar. Kegiatan belajar
mengajar sebagai sistem intruksional merupakan interaksi antara siswa dengan
komponen-komponen lainnya, dan guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran
agar lebih aktif dan efektif secara optimal. Salah satu langkah untuk memiliki
strategi itu ialah menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya di sebut
metode mengajar. Teknik penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang
cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau insturktur kepada siswa di dalam
kelas agar pelajaran itu dapat ditangkap, dipahami dan digunakan siswa dengan
baik. Di dalam kenyatan cara atau metode mengajar atau teknik penyajian yang
digunakan guru untuk menyampaikan informasi atau message lisan kepada siswa,
berbeda dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai
pengetahuan, keterampilan serta sikap. Maka, yang disebut dengan strategi
belajar mengajar ialah memikirkan dan mengupayakan konsistansi aspek-aspek
komponen pembentuk kegiatan sistem intruksional dengan siasat tertentu.
Strategi Belajar Mengajar adalah pola-pola umum kegiatan guru – anak didik
dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Dengan
mempelajari Strategi Belajar Mengajar berarti setiap guru mulai memasuki
suatu kegiatan yg bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang
terjadi antara guru dgn ank didik. Interaksi yg bernilai edukatif dikarenakan
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan
tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar
merencanakan kegiatan pengajaran secara sistematis dgn memanfaatkan segala
sesuatu guna kepentingan pembelajaran.
Sehingga
bahan pelajaran yg disampaikan guru dapat difahami dan diaplikasikan siswa
dengan tuntas.
B.
Jenis Strategi Belajar Mengajar
Berbagai
jenis strategi Belajar Mengajar dapat dikelompokkan berdasarkan berbagai
pertimbangan, antara lain:
- 1. Atas dasar pertimbangan proses pengolahan pesan.
- Strategi Deduktif. Dengan Strategi Deduktif materi atau bahan pelajaran diolah dari mulai yang umum, generalisasi atau rumusan, ke yang bersifat khusus atau bagian-bagian. Bagian itu dapat berupa sifat, atribut atau ciri-ciri. Strategi. Deduktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
- Strategi Induktif. Dengan Strategi Induktif materi atau bahan pelajaran diolah mulai dari yang khusus (sifat, ciri atau atribut) ke yang umum, generalisasi atau rumusan. Strategi Induktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
- 2. Atas dasar pertimbangan pihak pengolah pesan.
- Strategi Belajar Mengajar Ekspositorik, yaitu suatu strategi belajar mengajar yang menyiasati agar semua aspek dari komponen pembentukkan sistem intruksional mengarah pada penyampaian isi pelajaran kepada siswa secara langsung. Dalam strategi ini tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsi dan konsep yang dipelajari. Semuanya telah disajikan guru secara jelas melalui aspek-aspek dari komponen yang langsung behubungan dengan para siswa pada waktu proses pembelajaran berlangsung.
- Strategi Belajar Mengajar Heuristik, yaitu suatu strategi belajar mengajar yang mensiasati agar aspek-aspek dari komponen pembentuk sistem intruksional mengarah pada pengaktifan siswa untuk mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip dan konsep yagn mereka butuhkan.
- 3. Atas Dasar Pertimbangan Pengaturan Guru
- Strategi Seorang Guru. Seorang guru mengajar kepada sejumlah siswa.
- Strategi Pengajaran Beregu (Team Teaching). Dengan Pengajaran Beregu, dua orang atau lebih guru mengajar sejumlah siswa.
Pengajaran Beregu dapat digunakan di dalam mengajarkan salah satu mata pelajaran atau sejumlah mata pelajaran yang terpusat kepada suatu topik tertentu.
- 4. Atas Dasar Pertimbangan Jumlah Siswa
- Strategi Klasikal
- Strategi Kelompok Kecil
- Strategi Individual.
- 5. Atas Dasar Pertimbangan Interaksi Guru dengan Siswa
- Strategi Tatap Muka. Akan lebih baik dengan menggunakan alat peraga.
- Strategi Pengajaran Melalui Media. Guru tidak langsung kontak dengan siswa, akan tetapi guru “mewakilkan” kepada media. Siswa berinteraksi dengan media.
- Berdasarkan Model Desain Pelaksanaan Evaluasi Belajar
Berdasarkan
maksud atau fungsinya, terdapat beberapa model desain pelaksanaan evaluasi
belajar-mengajar. Di antaranya ialah evaluasi; sumatif, formatif, refleksi, dan
kombinasi dari ketiganya.
- Evaluasi sumatif ialah model pelaksanaan evaluasi yang dilakukan setelah berakhirnya kegiatan belajar-mengajar, atau sering juga kita kenal dengan istilah lain, yaitu post test. Pola evaluasi ini dilakukan kalau kita hanya bermaksud mengetahui tahap perkembangan terakhir dari tingkat pengetahuan atau penguasaan belajar (mastery learning) yang telah dicapai oleh siswa. Asumsi yang mendasarinya ialah bahwa hasl belajar itu merupakan totalitas sejak awal sampai akhir, sehingga hasil akhir itu dapat kita asumsikan dengan hasil. Hasil penilaian ini merupakan indikator mengenai taraf keberhasilan proses belajar-mengajar tersebut. Atas dasar itu, kita dapat menentukan apakah dapat dilanjutkan kepada program baru atau harus diadakan pelajaran ulangan seperlunya.
- Evaluasi formatif ialah model pelaksanaan evaluasi yang dilakukan selama masih berjalannya proses kegiatan belajar-mengajar. Mungkin kita baru menyelesaikan bagian-bagian atau unit-unit tertentu dari keseluruhan program atau bahan yang harus diselesaikan. Tujuannya ialah apabila kita menghendaki umpan-balik yang secara (immediate feedback), kelemahan-kelemahan dari proses belajar itu dapat segera diperbaiki sebelum terlanjur dengan kegiatan lebih lanjut yang mungkin akan lebih merugikan, baik bagi siswa maupun bagi guru sendiri. Bila dibiarkan kesalahan akan berlarut-larut. Dengan kata lain, evaluasi formatif ini lebih bersifat diagnostik untuk keperluan penyembuhan kesulitan-kesulitan atau kelemahan belajar-mengajar (remedial teaching and learning), sedangkan reevaluasi sumatif (EBTA) biasanya lebih berfungsi informatif bagi keperluan pengambilan keputusan, seperti penentuan nilai (grading), dan kelulusan.
- Evaluasi reflektif ialah model pelaksanaan evaluasi yang dilakukan sebelum proses belajar-menagjar dilakukan atau sering kita kenal dengan sebutan pre-test. Sasaran utama dari evaluasi reflektif ini ialah untuk mendapatkan indikator atau informasi awal tentang kesiapan (readliness) siswa dan disposisi (keadaan taraf penguasaan) bahan atau pola-pola perilaku siswa sebagai dasar penyusunan rencana kegiatan belajar-menagjar dan peramalan tingkat keberhasilan yang mungkin dapat dicapainya setelah menjalani proses belajar-menagjar nantinya. Jadi, evaluasi reflektif lebih bersifat prediktif.
Penggunaan
teknik pelaksanaan evaluasi itu secara kombinasi dapat dan sering juga
dilakukan terutama antara reflektif dan sumatif atau model pre-post test
design. Tujuan penggunaan model dilaksanakan evaluasi ini ialah apabila kita
ingin mengetahui taraf keefektivan proses belajar-mengajar yang bersangkutan.
Dengan cara demikian, kita akan mungkin mendeteksi seberapa jauh konstribusi
dari komponen-komponen yang terlibat dalam proses belajar-mengajar tersebut.
Sudah barang tentu model ini pun lebih bersifat diagnostik, tetapi lebih
komprehensi.
- C. Macam-macam Teknik Penyajian Belajar Mengajar
Ada beberapa
macam bentuk teknik penyajian belajar mengajar, yaitu:
- 1. Teknik Diskusi
Teknik
diskusi adalah salah satu teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang
guru di sekolah, yang dimana di dalam teknik ini terjadi proses interaksi
antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman,
informasi, memecahkan masalah, dapat juga semuanya aktif tidak ada yagn pasif
sebagai pendengar.
2. Teknik Kerja Kelompok
Teknik kerja
kelompok adalalah suatu cara mengajar, di mana siswa di dalam kelas dipandang
sebagi suatu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok. Mereka bekerja
bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan
berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan oleh guru.
3.
Teknik Penemuan (Discovery)
Teknik
penemuan merupakan proses dimana seorang siswa melakukan proses mental yang
harus mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip, yang dimaksud proses
mental ialah mengamati, mencerna, mengerti menggolong-golongkan, membuat dugaan
membuat kesimpulan dan lain sebagainya. Sedangkan prinsip yang dimaksud dengan
prinsip ialah siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami mental itu
sendiri, guru hanya membimbing dan memberiakn instruksi.
4.
Teknik Penyajian Tanya-Jawab
Teknik
penyajian tanya-jawab ialah suatu cara untuk memberikan motivasi pada siswa
agar bangkit pemikirannya untuk bertanya, selama mendengarkan pelajaran atau
mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai isi pelajaran yang sedang diajarkan
guru agar dimengerti, bermanfaat dan dapat diingat dengan baik.
- Teknik Ceramah
Teknik
ceramah ialah cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan
dalam sejarah pendidikan, yaitu dimana seorang guru menularkan pengetahuannya
kepada siswa secara lisan atau ceramah.
Ada banyak
lagi macam- macam teknik penyajian belajar mengajar diantaranya, Simulasi, Unit
Teaching, Microteaching, Sumbang Saran, Inqury, Eksperimen, Demonstrasi, Karya
Wisata, Penyajian Secara Kasus, Latihan, dan lain sebagainya. Dalam
keterbatasan Rumusan Masalah dan Bahan materi penulis hanya dapat menjelaskan
lima dari beberapa yang menjadi teknik-teknik penyajian belajar mengajar.
- D. Hakikat Strategi Belajar Mengajar
Kegiatan
belajar mengajar merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah.
Kegiatan Belajar adalah kegiatan Primer dalam
kegiatan kegiatan belajar mengajar, sedangkan Mengajar adalah
kegiatan Skunder, maksudnya untuk terciptanya kegiatan belajar
siswa yang optimal.
1.
Konsep dan Prinsip Belajar dan Pembelajaran
Belajar
memiliki lima atribut pokok ialah:
- Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan perasaan.
- Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut kognitif, psikomotorik, maupun afektif.
- Belajar berkat mengalami, baik mengalami secara langsung maupun mengalami secara tidak langsung (melalui media). Dengan kata lain belajar terjadi di dalam interaksi dengan lingkungan. (lingkungan fisik dan lingkungan sosial).
- Supaya belajar terjadi secara efektif perlu diperhatikan beberapa prinsip antara lain:
- a. Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dinilai lebih baik, karena berkaitan langsung dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.
- Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran erat kaitannya dengan motivasi. Untuk memusatkan perhatian siswa terhadap pelajaran bisa didasarkan terhadap diri siswa itu sendiri dan atau terhadap situasi pembelajarannya.
- c. Aktivitas. Belajar itu sendiri adalah aktivitas. Bila fikiran dan perasaan siswa tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, pada hakikatnya siswa tersebut tidak belajar. Penggunaan metode dan media yang bervariasi dapat merangsang siswa lebih aktif belajar.
- Umpan balik di dalam belajar sangat penting, supaya siswa segera menge-tahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Umpan balik dari guru sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.
- e. Perbedaan individual adalah individu tersendiri yang memiliki perbedaan dari yang lain. Guru hendaknya mampu memperhatikan dan melayani siswa sesuai dengan hakikat mereka masing-masing. Berkaitan dengan ini catatan pribadi setiap siswa sangat diperlukan.
- Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur: tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru.
Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi; dan semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan.
2.
Variabel Strategi Belajar Mengajar
Faktor-faktor
yang mempengaruhi penggunaan strategi belajar-mengajar ialah: tujuan, bahan pelajaran,
alat dan sumber, siswa, dan guru.
- Gagne mengklasifikasikan hasil-hasil belajar yang membawa implikasi terhadap penggunaan strategi belajar-mengajar, sebagai berikut:
- Keterampilan intelektual dengan tahapan-tahapannya:
- Diskriminasi, yaitu mengenal benda konkret.
- Konsep konkret, yaitu mengenal sifat-sifat benda/objek konkret.
- Konsep terdefinisi, yaitu kemampuan memahami konsep terdefinisi.
- Aturan, yaitu kemampuan menggunakan aturan, rumus, hukum/dalil, prinsip.
- Masalah/aturan tingkat tinggi, yaitu kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai aturan.
- Strategi kognitif, yaitu kemampuan memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir.
- Informasi verbal, yaitu kemampuan menyimpan nama/label, fakta, pengetahuan di dalam ingatan.
- Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan fisik.
- Sikap, yaitu kemampuan menampilkan perilaku yang bermuatan nilai-nilai.
- Yang perlu dipertimbangkan dari faktor siswa di dalam menggunakan strategi belajar-mengajar, antara lain:
- Siswa sebagai pribadi tersendiri memiliki perbedaan-perbedaan dari siswa lain.
- Jumlah siswa yang mengikuti pelajaran.
- Dari faktor alat dan sumber yang perlu dipertimbangkan ialah:
- Jumlah dan karakteristik alat pelajaran dan alat peraga.
- Jumlah dan karakteristik sumber pelajaran (bahan cetakan dan lingkungan sekitar).
- Dari faktor guru yang akan mempengaruhi penggunaan strategi belajar-mengajar ialah kemampuan menguasai bahan pelajaran dan kemampuan membelajarkan siswa.
3.
Kerangka Acuan Strategi Belajar Mengajar
1.
Pengaturan Guru dan Siswa
Segi
pengaturan guru dapat dibedakan pengajaran yang dilakukan oleh seorang guru
atau suatu tim, sanjutnya apakah hubungan guru-siswa terjadi secara tatap muka
(langsung), atau dengan perantaraan media (tidak langsung). Sedangkan dari segi
pengaturan siswa dapat dibedakan pengajaran yang bersifat klasikal (kelompok
besar), (kelompok kecil) dan pengajaran perseorangan (individual).
2.
Struktur Peristiwa Belajar Mengajar
Struktur
peristiwa belajar mengajar dapat bersifat tertutup dalam artian segala sesuatu
telah ditentukan secara relatif ketat, seperti yang dilakukan oleh para
calon guru yang berlatih mengajar yang tidak berani menyimpang dari persiapan
mengajar yang telah dibuat dan disetujui oleh dosen pembimbing.
3.
Peranan Guru-Siswa dalam mengolah pesan
Peristiwa
belajar mengajar bermaksud untuk mencapai tujuan, ingin menyampaikan sesuatu
pesan yang dapat berupa pengetahuan, wawasan, keterampilan, atau isi keterampilan
lain. Pengajaran yang menyampaikan pesan dalam keadaan telah siap diolah
dinamakan bersifat ekspositorik, sedangkan yang mengharuskan pengolahan
pesan oleh siswa dinamakan Heuristik-hipotetik.
4.
Proses Pengolah Pesan
Proses pikir
manusia di dalam menjalani pengalaman belajar tidak selalu sama, ada peristiwa
belajar mengajar di mana proses ini bertolak dari yang umum untuk dilihat
keberlakuan atau akibatnya pada yang khusus ini disebut Umum ke Khusus (Deduktif).
Sebaliknya bila peristiwa belajar mengajar yang di mana prosesw pengolahan
bertolak dari contoh-contoh konkret kepada generalisasi atau prinsip umum ini
disebut Khusus ke Umum (Induktif). Dengan demikian strategi belajar
mengajar heuristik proses pengolahanya adalah induktif, sebaliknya ekspositorik
bersifa deduktif.
4.
Pola-pola Belajar Siswa
a. Mengidentifikasi pola-pola belajar
siswa
Gagne
(Lefrancois 1975:114-120) mengkategorikan pola-pola belajar siswa ke dalam 8
tipe dimana yang satu merupakan prasyarat bagi yang lainnya/yang lebih tinggi
hierarkinya. Kedelapan tipe belajar itu ialah:
- Tipe I:Signal Learning (belajar signal atau tanda, isyarat)
Tipe belajar
ini menduduki tahapan hierarki (yang paling dasar). Signal learning
dapat didefinisikan sebagai proses penguasaan pola dasar perilaku yang bersifat
involunter (tidak disengaja dan didasari tujuannya). Kondisi yang diperlukan
bagi berlangsungnya tipe belajar ini ialah diberikan stimulus secara serempak
perangsang-perangsang tertentu dengan berulang-ulang.
- Tipe II: Stimulus-Respons Learning (belajar stimulus-respons, sambut rangsang)
Tipe belajar
II ini termasuk ke dalam operant or instrumental condition (Kible,1961)
atau belajar dengan trial and error (Thorndike). Kondisi yang diperlukan untuk
dapat berlangsungnya tipe belajar ini ialah faktor reinforcement.
- Tipe III:Chaining (mempertautkan) dan tipe IV:Verbal Association (asosiasi verbal)
Kedua tipe
belajar ini setaraf, ialah belajar menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu
dengan yang lainnya. Tipe III berkenaan dengan aspek-aspek perilau psikomotorik
dan tipe IV berkenaan dengan aspek-aspek belajar verbal. Kondisi yang
diperlukan bagi berlangsungnya proses belajar ini antara lain secara internal
terdapat pada diri siswa harus sudah terkuasai sejumlah satuan-satuan pola S-R,
baik psikomotorik maupun verbal. Di samping itu, prinsip contiguity,
repetition, dan reinforcement masih tetap memegang peranan penting
bagi berlangsungnya proses chaining dan association tersebut.
- Tipe V:Discrimination Learning (belajar mengadakan perbedaan)
Dalam tahap
belajar ini, siswa mengadakan diskriminasi (seleksi dan pengujian) di antara
dua perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya kemudian memilih
pola-pola sambutan yang dipandangnya paling sesuai. Kondisi yang utama untuk
dapat berlangsungnya proses belajar ini ialah siswa telah mempunyai kemahiran
melakukan chaining dan association serta memiliki kekayaan
pengalaman (pola-pola satuan S-R)
- Tipe VI:Concept Learning (belajar konsep, pengertian)
Berdasarkan
pesamaan cirri-ciri adari sekumpulan stimulus dan juga objek-objeknya ia
membentuk suatu pengertian atau konsep-konsep. Kondisi utama yang diperlukan
bagi proses berlangsungnya belajar tipe ini ialah terkuasainya kemahiran
diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya.
- Tipe VII:Rule Learning (belajar membuat generalisasi, hukum-hukum)
Pada tingkat
ini siswa belajar mengadakan kombinasi dari berbagai konsep (pengertian) dengan
mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal sehingga siswa dapat membuat
konklusi tertentu.
- Tipe VIII:Problem Solving (belajar memecahkan masalah)
Pada tingkat
ini siswa belajar merumuskan dan memecahkan masalah (memberikan respons
terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik)
dengan menggunakan berbagai rule yang telah dikuasainya. Menurut John
Dewey (Loree,1970:438-439) dalam bukunya How We Think, proses belajar
pemecahan masalah itu berlangsung sebagai berikut:
ü
Become aware of the problem (menyadari adanya masalah)
ü
Clarifying and defining the problem (menegaskan dan merumuskan
masalahnya)
ü
Searching for facts and formulating hypotheses (mencari fakta pendukung
dan merumuskan hipotesis)
ü
Evaluating proposed solution (mengevaluasi alternatif pemecahan yang
dikembangkan)
ü
Experimental verification (mengadakan pengujian atau verifikasi secara
eksperimental, uji coba)
b. Memilih system belajar mengajar
(pengajaran)
Dewasa ini,
para ahli teori belajar telah mencoba mengambarkan cara pendekatan atau system
pengajaran atau proses belajar-mengajar. Diantara berbagai system pengajaran
yang banyak menarik perhatian orang akhir-akhir ini ialah:
- Enquiry-Discovery Learning (belajar mencari dan menemukan sendiri)
Dalam system
belajar-mengajar ini, guru menyajikan bahan pelajaran yang tidak dalam
bentuknya yang final. Siswalah yang diberikan kesempatan untuk mencari dan
menemukannnya sendiri dengan menggunakan teknik pendekatan pemecahan masalah.
Secara garis besar prosedurnya yaitu stimulasi-perumusan masalah-pengumpulan
data-analisis data-verifikasi-generalisasi.
System
belajar-mengajar ini dikembangkan oleh Bruner (Lefrancois, 1975:121-126).
Pendekatan belajar ini sangat cocok untuk materi pelajaran yang bersifat
kognitif. Kelemahannya, antara lain memakan waktu yang banyak dan kalau kurang
terpimpin dan terarah, dapat menjurus kepada kekaburan atau materi yang
dipelajarinya.
- Expository Learning
Dalam sistem
ini, guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi,
sistematik, dan lengkap sehingg asiswa tingal menyimak dan mencernanya secara
teratur dan tertib. Secara garis besar prosedurnya ialah
periapan-petautan-penyajian-evaluasi. Ausubel berpendapat bahwa pada
tingkat-tingkat belajar yang lebih tinggi, siswa tidak selau harus mengalami sendiri.
Siswa akan mampu dan lebih efisien memperoleh informasi sebanyak-banyaknya
dalam tempo sesingkat-singkatnya. Yang penting siswa dikembangkan penguasaannya
atas kerangka konsep-konsep dasar atau pla-pola pengertian dasar tentang
sesuatu hal sehingga dapat mengorganisasikan data, informasi, dan pengalaman
yang bertalian dengan hal tersebut.
- Mastery learning (belajar tuntas)
Proses
belajar yang berorientasi pada prinsip mastery learning ini harus
dimulai dengan penguasaan bagian terkecil untuk kemudian baru dapat melanjutkan
ke dalam satuan (modul) atau unit berikutnya. Atas dasar itu maka dewasa ini
telah dikembangkan system pengajaran berprogram dan juga system pengajaran
modul, bahkan Computer Assisted Instruction (CAI). Dengan tercapainya
tingkat penguasaan hasil pelajaran yang tinggi, maka akan menunjukkan sikap
mental yang sehat pada siswa yang bersangkutan.
- Humanistic Education
Teori
belajar ini menitikberatkan pada upaya membantu siswa agar ia sanggup mencapai
perwujudan diri (self realization) sesuai dengan kemampuan dasar dan
keunikan yang dimilikinya. Karakteristik utama metode ini, antara lain bahwa
guru hendaknya tidak membuat jarak yang tidak terlalu tajam dengan siswa. Sasaran
akhir dari proses belajar mengajar menurut paham ini ialah self
actualization yang seoptimal mungkin dari setiap siswa.
E.
Implikasi Strategi Belajar Mengajar dalam Dunia Pendidikan
a)
Bagaimana seorang guru dalam menerapkan strategi belajar mengajar itu?
Sebagai
calon guru, penulis mencoba untuk mendiskripsikan bagaimana cara menerapkan
strategi belajar mengajar yang baik untuk masa yang akan datang agar dunia
pendidikan kita memiliki potensi sumber daya manusia yang ahli dan mampu
bersaing dengan dunia luar dan mengangkat harkat dan martabat bangsa, agar
dunia luar tidak hanya bisa mengatakan bahwa negara kita hanya kaya akan sumber
daya alam saja. Sebab menurut pendapat kami bahwa kemajuan sebuah negara itu
adalah berdasarkan tingkat pendidikan yang dimilikinya, dan pendidikan setiap
wilayah wawasan nusantara haruslah diperhatikan bagaimana sistem dan strategi
pendidikan di daerah tersebut agar sejalan dan sesuai dengan daerah perkotaan
yang telah maju. Dalam hal ini peran guru untuk menjalankan tugas panggilannya
sangat diperlukan. Guru harus memiliki peran-peran yang bisa membimbing dan
mendukung pola pikir anak didik agar mampu menjadi anak didik yang diharapkan
seperti, Guru yang konstruktif harus selalu inovatif untuk mengadopsi metode-metode
baru untuk memotivasi belajar anak-anak didiknya. Ia harus menempatkan
anak-anak didiknya sebagai pusat pembelajaran, artinya sejauhmana materi
disampaikan bukan tergantung guru dan kurikulumnya tetapi tergantung kepada
murid-muridnya.
Seorang guru
hanya sebagai fasilitator, motivator dan inspirator dari proses kegiatan
belajar mengajar di kelas, sehingga semua kualitas dari dalam diri anak-anak
didiknya, akan terbuka. Semua kreativitas terletak di dalam diri anak-anak
didik, karena anak-anak didik kita memiliki jiwa di mana terletak sumber dari
segala potensi-potensinya. Karena ketidaktahuannyalah maka kita sebagai seorang
calon /guru adalah pemandu spiritual untuk membantu memberikan pengetahuan
kepada jiwa anak-anak didik kita. Keterlibatan jiwa seorang murid dalam suatu
kegiatan belajar mengajar, akan memberikan motivasi kuat kepada mereka.
Anak-anak didik kita akan merasa dirinya berharga untuk melakukan sesuatu yang
tidak mungkin menjadi mungkin.
Guru sebagai
Contoh Teladan, Seorang guru dapat memotivasi anak-anak didiknya untuk lebih
banyak membaca buku, jika anak-anak didiknya menemukan Gurunya banyak membaca
buku. Tetapi, bagaimana mungkin seorang Guru yang jarang sekali membaca mampu
memotivasi anak-anak didiknya untuk lebih banyak membaca buku? Buku adalah
sumber energi dan motivasi. Seorang guru harus menjadi pembaca intensif
buku-buku perpustakaan, majalah dan mengumpulkan pengetahuan untuk mengilhami
anak-anak dengan menceritakan hal-hal baru. Guru dapat membuat perpustakaan
kecil sendiri di dalam kelasnya, dan menjadikan dirinya sebagai inspirator bagi
murid-muridnya. Karena, menurut Sokrates kelas adalah tanah pertempuran antara
guru dengan muridnya, dan senjatanya adalah pertanyaan. Kita sebagai guru
adalah motivasi bagi anak-anak didik kita, melalui kebiasaan kita membaca buku,
budaya fisik dan mental ini bisa memberi contoh kepada anak-anak didik kita.
Karena murid-murid selalu mengikuti perilaku guru mereka. Jadi seorang guru
dapat melakukan banyak hal melalui kekuatan motivasi. Seorang guru harus
menyadari bahwa kekuatan motivasi dan menggunakannya dengan baik dimanapun.
Ada Senyum
di Dalam Kelas, Senyum memainkan peran yang sangat penting, tidak hanya dalam
batas-batas sekolah, tetapi juga bahkan di dalam masyarakat pada umumnya.
Senyum adalah ekspresi cinta. Senyum adalah kekuatan dan kekuasaan seseorang.
Sekolah juga harus menjadikan senyum sebagai bagian dari kegiatan belajar
mengajar. Seorang guru menyentuh hati anak-anak didiknya melalui daya tarik
‘senyum’. Senyum menciptakan percaya diri anak-anak didik kita. Perkembangan
kemajuan anak-anak didik terhadap mata pelajarannya, terjadi ketika mereka
mulai menyukai dan mencintai gurunya. Bagaimana murid mau mencitai pelajarannya
jika ia tidak mencintai gurunya. Senyuman seorang guru, menciptakan getaran
yang kuat pada diri anak-anak didiknya. Anak-anak didik kita tidak merasa takut
untuk mengungkapkan persoalan apa yang terjadi dalam dirinya. Mereka tidak
segan-segan lagi mengajukan pertanyaan, dan kebebasan berpikir di dalam kelas
secara otomatis terjadi, ketika senyum hadir di dalam kelas. Kita sebagai
calon/guru, dituntut untuk menjadi seorang teman untuk anak-anak didik kita.
Persahabatan dapat membantu kita untuk lebih memahami seorang anak. Seorang
anak didik akan mengungkapkan kesulitan/masalah hanya kepada guru yang sudah
menjadi temanya. Tetapi, jika kita sebagai guru hanya memerankan seseorang
pemberi tugas atau bahkan pemimpin sirkus untuk anak-anak didik kita, kita akan
merusak kegitan belajar mengajar mereka. Anak-anak didik kita mulai membenci
kita dan menyembunyikan segala sesuatu yang ada pada dirinya kepada kita.
Anak-anak didik kita akan mengembangkan rasa takut kepada kita. Itu sebabnya,
banyak orang tua dan guru berada dalam masalah besar, ketika semua persoalan
pribadi anak-anak kita tidak mengemuka. Anak-anak didik kita kehilangan
kebebasan untuk berterus-terang menceritakan masalahnya. Sebenarnya ini bukan
kesalahan anak-anak didik kita, tapi kesalahan kita sebagai orang tua dan guru
di sekolah, yang tidak memiliki seni ‘bagaimana untuk menjadi teman dari
anak-anak didik kita.’ Karena strategi jitu dalam proses belajar mengajar di
dalam kelas maupun di luar kelas menentukan terciptanya keoptimalan hasil
belajar mangajar. Itu yang menjadi pendapat kami mengenai cara seoarang guru
menerapkan strategi belajar mengajar di masa depan.
b)
Apakah strategi belajar mengajar seperti ini telah dapat diterapkan sepenuhnya
dalam dunia pendidikan saat ini?
Seperti yang
telah kita ketahui bahwa dunia pendidikan bangsa kita saat ini telah mengalami
perubahan kearah yang lebih baik dari era-era pemerintahan yang sebelumnya.
Telihat nyata dari sistem kurikulum yang terus mengalami perubahan menuju
kearah sistem pendidikan yang lebih baik. Walaupun, di daerah-daerah perdesaan
tertentu masih ada yang kurang merata fasilitas dan kondisi pendidikannya
seperti di daerah perkotaan umumnya. Namun, pemerintah telah memberikan
perhatian untuk hal itu agar sistem pendidikan di negara kita berjalan dengan
kondusif. Hal yang nyata salah satunya adalah pembangunan fasilitas sekolah
diberbagai tempat yang bangunnya mulai ambruk atau telah lama dan perlu
diperbaiki, Sistem kukrikulum, dan cara belajar mengajar guru di dalam kelas
yang harus profesional. Menurut pendapat kami sebagai tim penulis hali in merupakan
bukti nyata dari strategi belajar mengajar yang telah sepenuhnya dalam dunia
pendidikan.
BAB III
PENUTUP
v
Kesimpulan
Berdasarkan
Makalah ini penulis dapat memberi kesimpulan, bahwa pentingnya Sistem dan
Strategi Belajar Mengajar itu untuk membangun, mendidik dan menciptakan anak
didik yang memiliki potensi dan pola pikir yang baik dan positif. Sebab bukan
hal yang mudah untuk menjadi seorang guru yang profesional dan menjalankan
tugas pangilanya untuk memberikan apa yang telah diketahui kepada siswa/i di
kelas. Tanggung jawab dalam melayani siswa/i adalah besar dan itu yang
menentukan arah pendidikan suatu bangsa. Bukan hanya kecerdasan intelektual
saja yang dibutuhkan melainkan harus pandai dalam menyampaikan kepada peserta
didik dengan metode-metode, teknik-teknik dan strategi yang bijaksana agar
proses belajar mengajar itu tidak monoton dan menyenakan bagi siswa/i serta
mudah dicerna dan di pahami.
v
Saran
Penulis
menyarankan agar di dalam melakukan tugas panggilan sebagai seorang pelayan
siswa/i atau sering kita katakan guru haruslah cerdas dalam Intelektual,
Emosional dan Spiritual agar proses belajar mengajar itu berjalan dengan
lancar. Pandai dalam menggunakan waktu, dapat membedakan kepentingan pribadi
dengan kepentingan pendidikan. Sebab kita sebagai calon/guru sebagai alat untuk
menciptakan generasi penerus bangsa yang lebih baik dari pada kita saat
sekarang ini, untuk mereka di masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Janwar.
Tambunan. 2003. Belajar dan Pembelajaran. FKIP UHN, Pematangsiantar.
N. K.
Roestiyah. 1990. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta, Jakarta.
Janwar.
Tambunan. 2004. Profesi Keguruan. FKIP UHN, Pematangsiantar.